Perjalanan Karier Kurniawan Dwi Yulianto

Perjalanan Karier Kurniawan Dwi Yulianto
Perjalanan Karier Kurniawan Dwi Yulianto

Kurniawan Dwi Yulianto lahir pada 13 Juli 1976 di Magelang, Jawa Tengah. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana. Sejak kecil, Kurniawan dikenal memiliki tubuh kurus namun lincah, sehingga teman-temannya memanggilnya dengan julukan “Kurus” yang kemudian melekat sepanjang kariernya. Julukan itu tidak pernah menjadi beban, justru menjadi ciri khas yang membedakan dirinya dari striker lain di Indonesia.

Kisah Kurniawan Dwi: Orang Pertama yang Dapat Tiket ke Primavera - INDOSPORT

Baca juga : Kreatifitas Seni Pahat Batu Warisan Abadi
Baca juga : lika liku perjalan karier paris fernandes
Baca juga : Mabar Free Fire bagi Anak Dampak Nyata
Baca juga : Petualangan Mendaki Gunung Merbabu
Baca juga : Inovasi Perkebunan Pohon Mangga Berkualitas
Baca juga : jejak karier achmad jufriyanto

Bakat sepak bolanya sudah terlihat sejak usia dini. Di kampungnya, Kurniawan sering bermain bola di lapangan tanah bersama teman-temannya. Meski bertubuh kecil, ia memiliki kecepatan, kelincahan, dan insting mencetak gol yang menonjol. Orang-orang mulai memperhatikan potensinya, dan keluarganya pun memberi dukungan agar ia serius menekuni sepak bola.
Langkah awal Kurniawan menuju karier profesional dimulai ketika ia bergabung dengan PPSM Magelang Youth. Dari sana, bakatnya semakin terasah. Ia kemudian melanjutkan ke PPLP Jawa Tengah dan SKO Ragunan, pusat pendidikan olahraga yang sudah melahirkan banyak pesepak bola nasional. Di sinilah ia berlatih secara sistematis, dengan pola latihan modern untuk ukuran Indonesia pada masa itu.

Kesempatan Emas ke Eropa

Karier Kurniawan mengalami lonjakan besar pada 1993–1994, ketika PSSI melalui proyek kerja sama dengan Italia mengirim sejumlah pemain muda ke Negeri Pizza. Proyek ini bertujuan mencetak “Generasi Emas 1994” yang diharapkan bisa mengangkat prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional. Kurniawan termasuk salah satu pemain terpilih.

Kisah Kurniawan Dwi Yulianto: Si Kurus yang Mengguncang Liga Eropa

http://www.berniceedelman.com

Di Italia, ia sempat bergabung dengan Sampdoria Primavera (U-19). Bermain di akademi klub Serie A membuat Kurniawan merasakan langsung atmosfer sepak bola profesional Eropa. Ia berlatih bersama pemain muda yang kelak menjadi bintang dunia, menghadapi standar disiplin tinggi, dan belajar bagaimana striker harus bekerja keras, tidak hanya mengandalkan bakat.

Kesempatan itu membuka pintu lain: pada 1994–1995, Kurniawan dikontrak oleh klub Swiss, FC Luzern, dan tercatat bermain di Liga Swiss. Meski hanya satu musim dan tidak banyak mencetak gol, keberadaannya di Luzern menjadikannya salah satu pemain Indonesia pertama yang bermain di kompetisi Eropa. Fakta ini menempatkannya sejajar dengan nama-nama seperti Ricky Yacobi (PSS Sleman/J-League Jepang) yang lebih dulu mencicipi sepak bola luar negeri.


Kembali ke Indonesia dan Masa Kejayaan

Setelah petualangan singkat di Eropa, Kurniawan pulang ke Indonesia pada 1995. Ia langsung direkrut klub besar Pelita Jaya, yang kala itu dimiliki konglomerat Sutiyoso dan dikelola dengan profesional. Pelita Jaya dikenal sebagai klub dengan skuad mewah, diperkuat pemain top lokal maupun asing.

FaktaBola on X: "Kurniawan Dwi Yulianto sudah tiba di Italia untuk memulai  perjalanan barunya sebagai asisten pelatih klub Serie B, yakni Como 1907.  Good luck Mas! Saat masih jadi pemain dulu, di

Bersama Pelita Jaya, Kurniawan mulai menunjukkan ketajamannya. Ia dikenal sebagai striker dengan pergerakan cepat, penempatan posisi cerdas, dan naluri predator di kotak penalti. Meskipun tubuhnya kecil dan kurus, ia sering mengalahkan bek lawan yang lebih tinggi dan kuat.

Kariernya kemudian berlanjut ke berbagai klub besar lain, antara lain:

  • PSM Makassar (1999–2001) – tampil sebagai ujung tombak utama.
  • PSPS Pekanbaru (2001–2004) – salah satu masa paling produktifnya.
  • Persebaya Surabaya (2004–2005) – memperkuat klub legendaris Jawa Timur.
  • Persija Jakarta (2005) – menjadi rekan duet striker asing di lini depan.
  • Sarawak FA (2005–2006) – berkarier di Liga Malaysia, memperluas pengalaman internasional.

Setelah itu, ia sempat membela sejumlah klub lain seperti PSS Sleman, Persitara Jakarta Utara, Persisam Samarinda, Persela Lamongan, PSMS Medan, hingga Pro Duta dan Persipon Pontianak. Total karier profesionalnya berlangsung lebih dari 18 tahun, dari pertengahan 1990-an hingga pensiun pada 2013.


Perjalanan di Tim Nasional

Nama Kurniawan makin dikenal luas karena kontribusinya untuk Tim Nasional Indonesia. Ia melakukan debut pada 1995 dan langsung tampil mencolok. Hingga 2005, ia mencatatkan:

  • 59 penampilan internasional (caps)
  • 33 gol
Pelatih Sabah FC Malaysia Kurniawan Dwi Yulianto Jagokan Timnas Perancis di  Euro 2020 - Wartakotalive.com

Catatan itu menjadikannya salah satu striker tersubur dalam sejarah timnas Indonesia. Kurniawan termasuk bagian dari skuad Piala Tiger (sekarang Piala AFF) pada era 1996–2004, ketika Indonesia beberapa kali mencapai final tetapi gagal meraih juara.

Gol-gol Kurniawan sering lahir di momen krusial. Ia dikenal sebagai penyerang yang “dingin” dalam penyelesaian akhir, jarang membuang peluang di depan gawang. Meski tak selalu jadi starter, ia kerap menjadi pembeda ketika dimainkan.


Tantangan dan Masa Suram

Seperti banyak atlet besar lainnya, perjalanan Kurniawan tidak selalu mulus. Di akhir 1990-an, kariernya sempat terguncang oleh kasus narkoba. Ia terjerat pergaulan yang salah, sempat terpuruk, bahkan performanya di lapangan menurun drastis.

Jadi Pelatih Penyerang Timnas U20 ...

Namun, momen kelam itu tidak menghancurkan seluruh kariernya. Setelah menjalani rehabilitasi dan introspeksi, Kurniawan bertekad bangkit. Ia kembali bermain serius, menunjukkan bahwa seorang atlet bisa menebus kesalahan dengan kerja keras. Keberhasilannya kembali ke tim nasional setelah kasus itu menjadi bukti bahwa ia memiliki mental tangguh.

Kisah bangkitnya Kurniawan sering dijadikan inspirasi: bahwa seorang pemain, betapapun hebatnya, tetap manusia biasa yang bisa salah. Namun yang terpenting adalah bagaimana ia bangkit dan memperbaiki diri.


Pensiun dan Awal Menjadi Pelatih

Kurniawan resmi pensiun pada 2013, setelah sempat memperkuat klub-klub kasta bawah. Tidak seperti banyak pemain yang kesulitan mencari arah baru setelah pensiun, Kurniawan memilih jalur kepelatihan. Ia ingin tetap dekat dengan dunia sepak bola, sekaligus berbagi pengalaman kepada generasi muda.

Langkah awalnya adalah melatih di sekolah sepak bola, termasuk Chelsea Soccer School Indonesia. Dari sini ia belajar aspek teknis kepelatihan: bagaimana mengelola tim, membangun karakter pemain muda, hingga menyusun program latihan.


Perjalanan Kepelatihan: Dari Indonesia ke Italia

Perjalanan Kurniawan sebagai pelatih cukup berwarna:

  1. Asisten Pelatih Timnas Indonesia (2018) – mendampingi pelatih kepala saat itu, Bima Sakti.
  2. Asisten Pelatih Timnas U-23 (2019) – membina generasi muda, termasuk pemain yang kini menjadi pilar timnas senior.
  3. Pelatih Kepala Sabah FA (Malaysia, 2019–2021) – pengalaman penting memimpin klub profesional luar negeri.
  4. Asisten Pelatih Como 1907 (Italia, 2022–sekarang) – pencapaian bersejarah sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi asisten pelatih di klub Serie B Italia.

Kiprah di Como menjadi sorotan karena sangat jarang pelatih asal Asia Tenggara, apalagi Indonesia, bisa menembus kompetisi Eropa. Keberhasilan ini menunjukkan kredibilitas dan kapasitas Kurniawan sebagai pelatih modern.

Selain itu, pada 2023–2024 ia juga dipercaya sebagai pelatih penyerang Timnas U-20 Indonesia, membantu memoles bakat-bakat muda yang diproyeksikan untuk Piala Dunia U-20 dan event internasional lain.


Gaya Bermain dan Filosofi Melatih

Sebagai pemain, Kurniawan dikenal memiliki gaya bermain yang khas:

  • Cepat dan mobile: selalu bergerak mencari ruang.
  • Insting gol tinggi: tahu di mana harus berdiri ketika bola datang.
  • Finishing klinis: baik dengan kaki maupun sundulan meski tubuh kecil.

Ketika menjadi pelatih, ia membawa filosofi yang sama: menekankan kecepatan, kecerdikan, dan kerja sama tim. Ia sering memberi perhatian khusus kepada striker muda, mengajarkan detail kecil seperti pergerakan tanpa bola dan membaca arah umpan.


Warisan dan Inspirasi

Perjalanan Kurniawan Dwi Yulianto menyimpan banyak pelajaran berharga:

  1. Mimpi bisa membawa ke luar negeri – kisahnya bermain di Sampdoria dan FC Luzern membuka mata bahwa pemain Indonesia bisa bersaing di Eropa.
  2. Bangkit dari keterpurukan – kasus narkoba hampir menghancurkan kariernya, namun ia berhasil kembali.
  3. Konsistensi di timnas – dengan 33 gol, ia membuktikan diri sebagai salah satu striker terbaik Indonesia.
  4. Pionir di kepelatihan luar negeri – menjadi asisten pelatih Como adalah pencapaian yang mengharumkan nama bangsa.

Generasi muda pesepak bola Indonesia bisa belajar dari Kurniawan: bahwa disiplin, kerja keras, dan kemauan untuk bangkit dari kegagalan adalah kunci sukses.

By bernikoyanuar

Saya percaya bahwa karier bukan cuma soal jabatan, tapi juga soal nilai dan arah. Di sini saya berbagi strategi pengembangan diri, personal branding, dan kehidupan profesional yang tetap manusiawi.