Dalam dunia sepak bola Indonesia yang sering didominasi pemain asing dan dinamika transfer yang cepat, hanya sedikit pemain lokal yang mampu mempertahankan karier panjang, produktif, dan stabil di berbagai klub besar. Salah satu nama yang mencerminkan ketekunan, profesionalisme, dan loyalitas itu adalah Airlangga Sutjipto, atau yang akrab disapa Ronggo.

Baca juga : RIVALITAS EVERTON API ABADI KOTA LIVERPOOL
Baca juga : Five Minutes Pop Rock Legendaris asal Bandung
Baca juga : Liverpool FC Api Rivalitas Tak Pernah Padam
Baca juga : Hj. Lilis Nuryani Fuad Bupati Kebumen
Baca juga : Misteri kebumen history budaya mistis
Baca juga : Jejak Peradaban SEJARAH kebumen
Lahir di Jakarta pada 22 November 1985, Airlangga bukanlah sosok flamboyan di lapangan. Ia bukan bintang media, bukan pemain dengan gaji tertinggi, dan jarang masuk headline nasional. Namun, dalam rentang lebih dari dua dekade karier profesionalnya, Ronggo berhasil membuktikan satu hal penting: menjadi pemain sepak bola profesional bukan soal popularitas, melainkan soal komitmen dan konsistensi.
Masa Kecil dan Awal Karier
Airlangga lahir dari pasangan Bambang Sutjipto dan Yati Sumaryati di Jakarta. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikan terhadap sepak bola. Seperti kebanyakan anak di Ibu Kota pada 1990-an, ia tumbuh dalam lingkungan yang mencintai olahraga ini.
Perjalanannya dimulai di Sekolah Sepak Bola (SSB) ASIOP, salah satu akademi terbaik di Jakarta. Di sinilah Ronggo membangun dasar teknik dan mentalnya. Pelatihnya kala itu menilai Airlangga sebagai pemain yang tekun, punya disiplin tinggi, dan cepat memahami instruksi taktis—dua hal yang kelak menjadi ciri khasnya di level profesional.

http://www.berniceedelman.com
Setelah menuntaskan masa pembinaan di ASIOP, ia sempat memperkuat PS Trisakti, klub yang menjadi bagian dari kompetisi antarkampus dan semi-profesional Jakarta. Dari sanalah pintu profesional terbuka. Pada usia 19 tahun, ia direkrut oleh Deltras Sidoarjo pada tahun 2004.
Menapaki Dunia Profesional: Deltras dan Persiba Bantul
Debut profesional Airlangga bersama Deltras Sidoarjo menandai langkah awalnya di kompetisi elite Indonesia. Deltras saat itu dikenal sebagai klub yang banyak memberi kesempatan pada pemain muda. Ronggo memanfaatkan peluang itu dengan baik.
Namun, di awal kariernya, ia sempat dipinjamkan ke Persiba Bantul pada musim 2004–2005. Peminjaman itu justru menjadi momen penting bagi perkembangannya. Dalam 20 penampilan bersama Persiba, ia mencetak 6 gol, memperlihatkan ketajaman alami sebagai penyerang.
Sekembalinya ke Deltras, Airlangga mendapatkan tempat reguler di skuad utama. Dari tahun 2005 hingga 2008, ia tampil 70 kali dan mencetak 22 gol. Bersama Deltras, ia membangun reputasi sebagai striker pekerja keras yang mampu mencetak gol dari situasi bola mati maupun serangan balik cepat.
Masa Keemasan di Persib Bandung (2008–2013)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1816722/original/090298300_1514633226-Airlangga.jpg)
Performa apiknya di Deltras membuat klub besar Persib Bandung kepincut. Pada tahun 2008, pelatih Jaya Hartono—yang sebelumnya menukangi Deltras—membawanya ke Bandung. Di sinilah Airlangga memasuki fase paling produktif dan terkenal dalam kariernya.
Debutnya bersama Persib terjadi pada 20 Mei 2008 saat melawan Persiwa Wamena. Tidak butuh waktu lama bagi Ronggo untuk menorehkan gol pertamanya; hal itu ia lakukan dalam laga melawan PKT Bontang pada 6 Oktober 2008.
Selama lima musim (2008–2013), Airlangga menjadi bagian penting dalam rotasi penyerang Persib bersama nama-nama besar seperti Gonzales, Hilton Moreira, dan Atep. Dalam periode tersebut, ia mencatat 107 penampilan dan 21 gol di Liga Indonesia.
Meski bukan striker utama, perannya sangat vital. Ia dikenal sebagai pemain yang jarang absen latihan, siap dimainkan kapan saja, dan memiliki mental kompetitif. Pelatih maupun rekan setimnya sering menyebutnya sebagai “pemain profesional sejati”—tipe pemain yang tidak banyak bicara, tapi selalu siap bekerja keras di lapangan.
Dalam sebuah wawancara pada 2011, Airlangga pernah berkata:
“Saya tidak terlalu peduli soal jumlah gol atau posisi starter. Selama tim menang, saya bahagia. Saya hanya ingin tetap bermanfaat untuk tim.”
Pernyataan itu merangkum etos kerja yang membuatnya disegani, bahkan di klub besar seperti Persib yang terkenal memiliki tekanan publik luar biasa.
Semen Padang dan Mitra Kukar: Mencari Tantangan Baru
Setelah lima musim bersama Persib, Airlangga memutuskan mencari pengalaman baru. Pada 2014, ia bergabung dengan Semen Padang FC, klub yang dikenal memiliki sistem profesional yang baik. Bersama Kabau Sirah, ia tampil solid dan produktif.
Dalam dua musim (2014–2015), ia mencatat 27 penampilan dan 6 gol. Di bawah asuhan pelatih Jafri Sastra, Airlangga menjadi pilihan utama dalam skema serangan balik cepat.
Tahun 2015 menjadi masa transisi sepak bola Indonesia akibat pembekuan liga. Airlangga sempat dipinjamkan ke Mitra Kukar untuk ajang Piala Presiden 2015. Ia tampil dalam beberapa laga dan membantu tim mencapai semifinal, posisi keempat turnamen tersebut.
Sriwijaya FC: Babak Baru dan Puncak Kedewasaan (2016–2017)

Pada 2016, Airlangga bergabung dengan Sriwijaya FC, klub yang saat itu diperkuat banyak bintang lokal seperti Firman Utina, M Ridwan, dan Fachrudin Aryanto. Di bawah pelatih Widodo Cahyono Putro, Airlangga menemukan kembali ketajamannya.
Ia mencetak hattrick fenomenal pada 14 September 2016 saat Sriwijaya mengalahkan Madura United 5–2 di Stadion Gelora Bangkalan. Itu menjadi salah satu performa terbaiknya sepanjang karier.
Sepanjang dua musim di Palembang, Airlangga tampil dalam 34 laga dan mencetak 9 gol. Selain kontribusi di lapangan, perannya sebagai pemain senior juga diakui oleh pelatih dan rekan setim. Ia dikenal sebagai mentor bagi pemain muda, termasuk Teja Paku Alam dan Alfredo Resky, yang kala itu baru naik ke tim utama.
Widodo pernah menyebutnya dalam wawancara:
“Ronggo bukan hanya striker, dia adalah contoh profesionalisme. Ia datang pertama, pulang terakhir. Anak-anak muda banyak belajar darinya.”
Kembali ke Persib dan Penurunan Karier (2018–2021)
Pada 2018, Airlangga kembali ke Persib Bandung. Namun kali ini situasinya berbeda. Persib sudah memiliki banyak striker muda dan asing seperti Jonathan Bauman dan Ezechiel Ndouassel. Ronggo lebih sering menjadi pemain pelapis, hanya mencatat 6 penampilan tanpa gol.
Keputusannya kembali sempat menuai kritik dari publik dan mantan pemain. Legenda Persib, Yudi Guntara, sempat mengatakan bahwa perekrutan Airlangga “tidak sesuai kebutuhan tim” mengingat usianya yang sudah di atas 30 tahun. Namun, Airlangga tetap profesional dan menerima perannya tanpa keluhan.
Pada 2019, ia bergabung kembali dengan Sriwijaya FC yang saat itu berlaga di Liga 2. Ia mencetak 2 gol dari 23 penampilan, membantu tim mencapai babak semifinal.
Setelah itu, ia bermain untuk Muba Babel United (2020) dan Mitra Kukar (2021), meski kontribusinya menurun karena usia dan kompetisi yang terhenti akibat pandemi COVID-19.
Fase Akhir dan Pengabdian di ASIOP (2023–Sekarang)

Tahun 2023 menjadi titik penutup karier profesional Airlangga sebagai pemain. Ia bergabung dengan ASIOP FC, klub yang juga merupakan tempat ia dibesarkan secara sepak bola. Di sana, ia bermain untuk kompetisi Liga 2 dan mencatat 8 penampilan dengan 2 gol.
Setelah musim berakhir, Airlangga resmi mengakhiri karier profesionalnya pada 1 Juli 2024, berdasarkan data Transfermarkt. Tak lama berselang, ia ditunjuk sebagai Manajer Akademi Persib U-20, peran strategis dalam pembinaan pemain muda.
Dalam kapasitas baru ini, Airlangga bertugas mengawasi rekrutmen, pembinaan teknis, serta mempersiapkan pemain muda untuk promosi ke tim utama. Dengan lisensi kepelatihan B Nasional, ia kini menyalurkan pengalamannya sebagai mentor bagi generasi baru.
Dalam salah satu pernyataannya kepada media lokal Bandung, Airlangga mengatakan:
“Saya lahir dari sistem pembinaan, jadi sudah sewajarnya saya kembali untuk melahirkan pemain-pemain baru. Dunia sepak bola ini bukan hanya soal bermain, tapi soal melanjutkan warisan.”
Gaya Bermain dan Karakter di Lapangan
Airlangga dikenal sebagai penyerang murni (target man) dengan kemampuan duel udara yang cukup baik meskipun bertubuh tidak terlalu tinggi. Ia mengandalkan positioning, naluri mencetak gol, dan kerja keras tanpa bola.
Ia bukan tipe striker flamboyan seperti Bambang Pamungkas atau cepat seperti Boaz Solossa, tetapi lebih mirip dengan gaya “finisher oportunis” memanfaatkan kesalahan lawan dan celah kecil di kotak penalti.
Ciri khasnya di lapangan:
- Rajin menekan bek lawan.
- Sering turun untuk membuka ruang bagi second striker.
- Disiplin dalam menjalankan instruksi taktis.
- Tidak egois; lebih memilih memberi umpan ketika rekan punya peluang lebih baik.
Kombinasi kerja keras dan sikap rendah hati membuatnya dihormati oleh pelatih, rekan setim, bahkan suporter. Banyak Bobotoh (fans Persib) yang mengenangnya sebagai pemain yang selalu memberi 100 persen, meskipun jarang menjadi starter utama.
Kontribusi untuk Sepak Bola Indonesia

Airlangga memang tidak banyak tampil di tim nasional hanya mencatat 1 caps senior pada 2007 dan beberapa kali membela Indonesia U-23 di ajang SEA Games. Namun kontribusinya lebih terasa di level klub dan pengembangan pemain muda.
Kini, sebagai bagian dari struktur pembinaan Akademi Persib Bandung, perannya justru makin strategis. Ia menjadi penghubung antara generasi lama dan baru. Dalam sistem pembinaan modern, sosok seperti Airlangga yang memahami budaya lokal dan realitas kompetisi nasional adalah aset berharga.
Menurut laporan Transfermarkt (2024), ia kini fokus pada tiga misi utama di akademi:
- Membentuk mental profesional pemain muda.
- Menyiapkan kurikulum latihan berkelanjutan.
- Menjalin sinergi antara akademi dan tim utama Persib.
Kehidupan Pribadi dan Nilai yang Dipegang
Di luar lapangan, Airlangga dikenal sebagai pribadi yang tenang dan religius. Ia jarang muncul di media sosial, lebih memilih menghabiskan waktu bersama keluarga dan rekan-rekan komunitas sepak bola.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa ia telah menikah dengan Agnes Lestari dan memiliki dua anak. Meski jarang diekspos, keluarga menjadi motivasi utama dalam setiap fase kariernya.
Selain sepak bola, Airlangga juga terlibat dalam usaha kecil di bidang kuliner dan merchandise olahraga di Bandung. Ia aktif dalam kegiatan sosial, termasuk pelatihan sepak bola anak-anak dan amal untuk korban bencana di Jawa Barat.
Statistik Karier (Ringkasan)
Klub | Tahun | Penampilan | Gol |
---|---|---|---|
Persiba Bantul | 2004–2005 | 20 | 6 |
Deltras Sidoarjo | 2005–2008 | 70 | 22 |
Persib Bandung | 2008–2013 | 107 | 21 |
Semen Padang | 2014–2015 | 27 | 6 |
Sriwijaya FC | 2016–2017 | 34 | 9 |
Persib Bandung (kembali) | 2018 | 6 | 0 |
Sriwijaya FC (Liga 2) | 2019 | 23 | 2 |
Mitra Kukar | 2021 | 10 | 1 |
ASIOP | 2023 | 8 | 2 |
Total | 2004–2023 | 305+ | 69+ |
Sumber data: Wikipedia Indonesia, Transfermarkt, dan laporan liga nasional.
Analisis Profesional: Warisan Seorang Pekerja Keras
Dalam konteks sepak bola Indonesia, karier Airlangga memberikan pelajaran penting bagi pemain muda dan pengamat olahraga. Ia bukan produk instan atau bintang dengan ekspos besar. Sebaliknya, ia adalah contoh nyata longevity dan loyalty—dua hal yang jarang ditemui dalam industri sepak bola modern yang serba cepat dan transaksional.

- Konsistensi:
Selama hampir 20 tahun, Airlangga tidak pernah tersandung kasus kedisiplinan atau konflik klub. Ia menunjukkan integritas profesional tinggi. - Adaptasi:
Ia bermain di berbagai era—mulai dari Liga Indonesia era Perserikatan, ISL, ISC, hingga Liga 1 modern—dan tetap relevan. - Kontribusi Berkelanjutan:
Setelah pensiun, ia tidak meninggalkan dunia sepak bola, melainkan memperkuatnya lewat pendidikan dan pembinaan generasi baru. - Representasi Pemain Lokal:
Dalam era dominasi pemain asing, Airlangga membuktikan bahwa striker lokal bisa bertahan lama di klub besar dengan dedikasi dan kerja keras.
Airlangga Ronggo Sutjipto mungkin tidak akan dikenang sebagai legenda dengan rekor gol fantastis atau sebagai bintang tim nasional. Namun, ia akan selalu diingat sebagai sosok profesional sejati—pemain yang tidak pernah menyerah, selalu menghormati klubnya, dan konsisten dalam menampilkan etos kerja terbaik.
Kini, di jalur baru sebagai manajer akademi Persib U-20, Airlangga sedang menulis babak baru dalam hidupnya. Dari pemain muda ASIOP hingga pembina generasi muda, perjalanan hidupnya menjadi cerminan bahwa dalam sepak bola, yang paling berharga bukan sekadar trofi, melainkan jejak pengabdian dan nilai-nilai profesionalisme yang diwariskan.