Media sosial telah berevolusi menjadi lebih dari sekadar alat komunikasi—berubah menjadi ruang emas untuk berkarya, berbisnis, bahkan meraih penghasilan. Meta meluncurkan fitur Facebook Pro (FB Pro), sebuah kanal alternatif bagi pengguna kreator untuk memonetisasi konten melalui iklan, hadiah bintang, dan interaksi dengan audiens.
Menariknya, segmen yang paling aktif bukanlah influencer profesional, melainkan ibu-ibu rumah tangga. Mereka mengunggah konten seperti “a day in my life”, tutorial memasak, hingga kegiatan harian keluarga. Beberapa nama menonjol seperti Tuti Vlog (lebih dari 1 juta pengikut), Sity Musleha (408 ribu), dan Ida Daman (597 ribu) Penghasilan mereka bisa mencapai antara Rp 8 juta hingga Rp 57 juta per bulan, menjadikan FB Pro sebagai potensi penghasilan utama.

SISI POSITIF.
Ekspresi Diri dan Kreativitas : FB Pro memberi ruang bagi ibu rumah tangga untuk mengeksplorasi kreativitas melalui produksi konten, dan membagikan pengalaman sehari-hari secara orisinal
Peluang Ekonomi : Monetisasi berupa bintang digital, iklan, dan fitur lainnya membuka jalur pemasukan baru. Bintang Facebook bahkan bisa dikonversi ke uang tunai—misalnya, 1 bintang ≈ USD 0,01 atau sekitar Rp 155, dengan minimal pencairan sebesar 10.000 bintang (USD 100)
Komunitas dan Solidaritas Kreator: Dalam ekosistem FB Pro, komunitas kreator saling mendukung menggunakan sapaan khas seperti “salam interaksi”. Tujuannya adalah meningkatkan engagement, memperkuat jaringan, dan memperbesar peluang konten.
SISI NEGATIF :
Keseimbangan Keluarga Terganggu : Terlalu fokus pada konten dapat mengurangi waktu yang seharusnya dikhususkan untuk keluarga. Waktu kebersamaan dengan anak dan pasangan rawan terdeprioritasi
Kreativitas yang Terkikis oleh Volume Konten: Tekanan untuk terus mencipta dan memperoleh engagement bisa menjadikan aktivitas membuat konten sebagai beban, bukan ekspresi diri. Akibatnya, banyak konten yang menjadi kurang bermakna
Eksploitasi Anak : Salah satu isu paling serius adalah potensi eksploitasi anak sebagai objek konten. Contohnya, anak-anak dipaksa melakukan gerakan lucu, berjoget, atau mengucapkan kalimat iseng demi menarik perhatian penonton—berbahaya karena bisa menstimulasi respons
Budaya Meminta Bintang (Requesting Stars) : Praktik meminta bintang bisa menciptakan friksi moral—dari “menjual” konten hingga seakan meminta-minta dari audiens—yang menyebabkan stigma terhadap praktik kreatif di platform tersebut.
SOLUSI Menyeimbangkan keluarga dan fb pro??
Prioritaskan Keseimbangan : Batasi waktu produksi dan interaksi media sosial agar tidak mengganggu tugas domestik dan hubungan keluarga. jangan jadikan anak sebagai objek konten.
Selalu bertanya: apakah konten ini melibatkan anak dengan cara yang aman, hormat, dan sesuai usia?
Bangun Komunitas Sehat : Alih-alih saling meminta bintang, komunitas kreator bisa fokus pada kolaborasi yang berbasis dukungan kreatif, bukan monetisasi semata.
Fenomena ibu kejar FB Pro menunjukkan betapa dinamisnya interaksi antara peran domestik dan peluang digital. FB Pro membuka ruang ekspresi dan peluang ekonomi yang nyata bagi ibu rumah tangga, tetapi juga membawa risiko terhadap keseimbangan rumah tangga, eksploitasi, dan kualitas konten. Kunci untuk memetik manfaat secara berimbang adalah bijak dalam memilih jenis konten, mengatur waktu, dan menjaga etika, terutama terhadap anak sebagai individu yang dilindungi.
http://www.berniceedelman.com
Konflik rumah tangga : Suami atau anggota keluarga lain merasa diabaikan.
Karena Aktivitas live dan interaksi intens dengan penonton lawan jenis bisa memicu rasa cemburu.
Komentar atau pesan pribadi yang masuk kadang disalahartikan oleh pasangan.
Kasus di Kota Bekasi menunjukkan bahwa antara Januari–Oktober 2017 terjadi lebih dari 2.200 perceraian, di mana mayoritas dipicu oleh konflik yang muncul dari interaksi media sosial—seperti chat romantis atau salah paham yang melibatkan aktivitas Facebook, WhatsApp, atau komentar online. Pasangan jadi kehilangan fokus terhadap tanggung jawab,
Penelitian dari Desa Seberang Pebenaan, Kabupaten Indragiri Hilir (Riau) mengungkap bahwa ada istri yang memilih untuk mengumbar masalah pribadi di Facebook sebagai cara melepas emosi atau mencari simpati. Namun hal ini justru memperlebar konflik dan memicu kemarahan suami, bahkan memicu perselisihan lebih hebat.
Studi di Desa Purwotengah, Kabupaten Kediri, menemukan bahwa penggunaan Facebook yang berlebihan dan intens dapat mengurangi perhatian terhadap keluarga, menciptakan jarak emosional, serta bahkan menjadi pintu masuk perselingkuhan melalui interaksi online.
baca juga : Limbah Kain penghasiL uang?
baca juga : Fondasi Kehidupan Mental Keluarga dan Pasangan
baca juga : Manfaat Memancing Bagi Kesehatan